Perilaku Ketika Berjalan di Hutan dalam Sanghyang Siksa Kandang Karesian

3 Perilaku Ketika Berjalan di Hutan dalam Sanghyang Siksa Kandang Karesian

649 Dilihat

SUNDAPEDIA.COM, Sampurasun! Sanghyang Siksa Kandang Karesian (SSKK) adalah teks Sunda kuna berbentuk prosa didaktis yang membahas bagian aturan atau ajaran tentang hidup arif berdasarkan darma.

Isinya bersifat ensiklopedis yang memberikan gambaran tentang pedoman moral umum untuk kehidupan bermasyarakat pada masa itu, termasuk berbagai ilmu yang harus dikuasai sebagai bekal kehidupan praktis sehari-hari.

Penuturannya berpijak pada kehidupan di dunia dalam negara. Sanghyang Siksa Kandang Karesian dimaksudkan untuk diajarkan oleh sang budiman kepada mereka yang mencari kebahagiaan.

Isi ajaran yang tersurat di dalamnya sebagian besar ditujukan kepada kelompok yang bukan resi, terutama dalam hal pelaksanaan tugas rakyat (hulun) bagi kepentingan raja.

Perilaku Ketika Berjalan di Hutan

Ketika seorang hulun diperintahkan untuk pergi ke hutan, maka ia tidak boleh lupa membawa baju dan selimut. Bila ia pergi tidak bersama-sama raja, maka ia harus menuruti peraturan dalam siksa kandang karesian.

Adapun peraturannya yaitu:

1. Ulah dék ngundeur ka huma béét sakalih ka kebon sakalih. Hamo ma beunang urang laku sadu.

Artinya:

Jangan memetik sayur di ladang kecil milik orang lain, juga di kebun milik orang lain. Bila perbuatan itu dilakukan, maka akan sia-sia hasil amal baik hulun itu.

2. Salang kebon ning alas, kayu batri nangtu(ng), bwah beunang ngarara(ng)géan, tanggeuhkeun suluh, turuban supa, cangreudan tiwuan, odéng, nyeruan, éngang, ulam, parakan, sing sawatek babayan, ulah urang barang ala.

Artinya:

Batas kebun di hutan, kayu yang ditandai tali, pohon buah yang ditandai ranting, kayu bakar yang disandarkan, cendawan yang ditutupi, sarang tawon, odeng, lebah, éngang, ulat kayu, parakan atau apapun yang telah diberi simpul babayan jangan diambil.

Parakan adalah bagian sungai tempat menangkap ikan dengan cara mengeringkannya sebahagian. Babayan yaitu tali bergantung sebagai ciri pemilikan.

3. Sanguni nurunkeun sadapan sakalih, ulah éta dipiguna kénana puhun ning dosa, tamikal ning papa kalésa.

Artinya:

Jangan sekali-kali menurunkan sadapan orang lain, karena merupakan sumber dosa dan pangkal kenistaan dan noda.

Itulah 3 aturan ketika berjalan di hutan atau mendaki gunung dalam teks Sunda kuno Siksa Kandang Karesian.

Sumber: Buku Alih Bahasa Siksa Kandang Karesian, Perpusnas Press 2020.