SUNDAPEDIA.COM, Sampurasun! Pada postingan ini akan dijelaskan perbedaan kosakata bahasa Sunda mastaka, sirah, dan hulu. Ketiga kata tersebut memiliki terjemahan yang sama dalam bahasa Indonesia, yaitu kepala. Apa bedanya?
Di dalam bahasa Sunda, khususnya dialek Priangan, terdapat tingkatan berbahasa yang disebut dengan undak usuk basa. Pengertian undak usuk basa yaitu tatakrama dalam bertutur kata supaya enak didengar. Tingkatan bahasa Sunda yaitu kasar, loma (akrab), dan lemes (halus).
Karena adanya tingkatan bahasa tersebut, maka kosakata basa Sunda memiliki banyak persamaan arti atau sinonim. Masing-masing kosakata memiliki fungsi masing-masing. Ada kata loma untuk teman akrab, kata halus untuk orang lain, kata halus untuk sendiri, dan kata (kasar) untuk binatang.
Tak heran, kalau satu kata dalam bahasa Indonesia terjemahan bahasa Sundanya lebih dari satu kata. Contoh, bahasa Sundanya kepala antara lain: mastaka, sirah, hulu, bebendul, babatok, tangkurak. Arti kata-kata tersebut sama, tapi penggunaannya sangat berbeda. Jika salah menempatkan kata dalam percakapan, maka bisa jadi masalah atau setidaknya dicap tidak punya etika.
Bedanya mastaka, sirah, dan hulu
Mastaka
Mastaka artinya kepala. Kata ini termasuk tingkatan bahasa Sunda halus. Digunakan dalam ragam percakapan yang sopan seperti dengan orangtua, guru, orang belum kenal, saluhureun, atau dalam pembicaraan formal.
Contoh kalimat: Upami nyeri mastaka sabeulah landongna naon nya? (Kalau sakit kepala sebelah obatnya apa ya?).
Sirah
Sirah artinya kepala. Kata ini termasuk tingkatan bahasa Sunda loma. Digunakan dalam ragam percakapan akrab seperti dengan teman, keluarga dekat, atau sahandapeun.
Contoh kalimat: Lamun nyeri sirah sabeulah ubarna naon nya? (Kalau sakit kepala sebelah obatnya apa ya?).
Hulu, bebendul, babatok, tangkurak
Hulu, bebendul, babatok dan tangkurak artinya sama, yaitu kepala. Kata-kata tersebut termasuk bahasa Sunda kasar. Bahkan kata bebendul, babatok, dan tangkurak tergolong sangat kasar (garihal). Sangat tidak pantas dikatakan pada manusia. Namun kata-kata tersebut tidak dianggap kasar jika ditujukan pada binatang.
Contoh kalimat: Bapa osok nuang hulu hayam? (Bapak suka makan kepala ayam?).
Tidak semua kata ‘kepala’ dari bahasa Indonesia bisa diterjemahkan menjadi mastaka, sirah, atau hulu. Contohnya Kepala Desa, Kepala Sekolah, Kepala Madrasah, Kepala Keluarga bahasa Sundanya kapala atau tetap ‘kepala’. Adapun kata keduanya bisa diubah ke bahasa Sunda, contohnya menjadai Kepala Desa, Kapala Sakola, Kapala Madrasah, Kapal Kulawarga.
Baca juga: Bedanya Diuk, Calik, dan Linggih dalam Tatakrama Bahasa Sunda
Demikianlah, semoga bermanfaat.