SUNDAPEDIA.COM, Sampurasun! Dongeng sasatoan “Sakadang Kuya Mamawa Imah” menceritakan sasakala kura-kura yang selalu membawa rumah. Yang dianggap rumah kura-kura ialah tempurung di punggungnya.
Singkat cerita, di suatu tempat Pak Kura-kura sedang membersihkan rumput di sisi kebun, sementara Ibu Kura-kura sedang membuat nasi liwet. Mereka berkebun padi gogo di bukit, setiap ada hujan disertai angin, saungnya selalu rusak. Kura-kura sudah cape terus memperbaikinya.
Datanglah seekor monyet, memberi ide sekaligus membantu pembuatan rumah kura-kura yang bisa dibawa-bawa. Sampai sekarang.
Berikut ini dongeng singkat seekor kura-kura membawa rumah dalam bahasa Sunda, lengkap dengan terjemahnya.
Sakadang Kuya Mamawa Imah
Pada zaman dahulu, di suatu tempat yang berbatasan dengan sisi sungai, ada seekor kura-kura sedang membersihkan sisi-sisi kebun yang tertutup oleh pohon berjajar sebagai pagar. Rumput-rumput dibabad menggunakan congkrang. Ibu kura-kura sedang menanak nasi di kolong saung ranggon. Nasi liwet ditumpangi ikan asin peda merah, salam, serai, bawang merah. Tidak lama kemudian tercium harum.
Congkrang adalah perkakas mirip arit namun bentuknya panjang, berfungsi untuk membabad rumput. Saung ranggon yaitu saung kebun yang tinggi.
“Ambu, asak liwet téh?” Pa Kuya ngagorowok.
“Asak, Bapa!”
Pa Kuya nyampeurkeun ka saung.
“Ambu, nasi liwetnya sudah matang?” Pa Kuya berteriak.
“Matang, Bapak!”
Pa Kuya menghampiri ke saung.
Di bukit, kura-kura itu berkebun padi gogo. Hidup mereka tentram. Kadang-kadang suka ada teman Pak Kura-kura yang sama menanam padi gogo.
Huma adalah tanaman padi di kebun (darat) atau sering disebut padi gogo. Ngahuma berarti menanam padi gogo (kata kerja aktif).
Tanda-tanda akan turun hujan sudah menggelayut hitam di langit sebelah selatan. Lalu hujan turun besar sekali. Begitu pula, angin bertiup kencang. Sepertinya angin puyuh atau puting beliung. Angin itu menerbangkan saung. Rusak parah. Kejadian seperti itu sudah beberapa kali. Mengakibatkan cape dan bikin pusing. Tapi, Pak Kura-kura suka memperbaiki lagi-memperbaiki lagi rumahnya.
Pak Kura-kura dan Ibu Kura-kura, akhirnya suka berpikir bagaimana caranya agar rumahnya tidak kena musibah. Rasanya sudah cape.
Sedang begitu, terdengar suara yang permisi di tangga. Ternyata seekor kera, sahabatnya. Setelah lama berbincang, seekor kura-kura bertanya, bagaimana caranya membuat rumah yang aman.
Papanggé artinya tangga dalam rumah panggung atau saung.
“Kieu wae atuh Pa Kuya, Ambu kuya, imah téh kudu nu bisa dibabawa”.“Dibawa kumaha?” Kuya ngarasa héran.
“Sok jieun imah sasoranganeun-sasoranganeun!”
“Begini saja Pak Kura-kura, Ibu Kura-kura, rumahnya harus bisa dibawa-bawa”.
“Dibawa bagaimana?” Kura-kura merasa aneh.
“Buatlah rumah untuk sendiri-sendiri!”
Sanggeus kitu kuya nyieun imah dibantuan ku monyet. Imah geus anggeus.“Terus kumaha?”
Setelah itu, kura-kura membuat rumah dibantu oleh kera. Rumah sudah selesai.
“Terus bagaimana?”
“Nah bagian depan dilubangi seukuran kepala saja. Supaya, bisa menarik kepala untuk bersembunyi. Begitu pula, bisa mengeluarkan kepala. Jadi, bisa nonghol melihat ke luar, dan bisa menyembunyikan kepala.
Ngelok artinya menarik kepala ke bawah atau ke dalam untuk bersembunyi. Nolol artinya nonghol.
Sanajan mimitina mah ugal-ugil merenahkeun imah dina tonggong téh, ahirna si kuya ngarasa aman ngagandong imah téh. Malah nepi ka ayeuna. Salian ti sakadang kuya apan si penyu di laut ogé mamawa imah.Sakadang kuya, béak nganuhunkeun ka sobatna, sakadang monyét.
Meskipun awalnya susah payah membenahi rumah di punggung kura-kura, akhirnya si kura-kura merasa aman menggendong rumahnya. Bahkan sampai sekarang. Selain kura-kura, punya di laut juga suka membawa-bawa rumahnya.
Seekor kura-kura, sangat berterima kasih kepada sahabatnya, seekor kera.
Baca juga: Kumpulan Dongeng Sasatoan Bahasa Sunda
Demikianlah, semoga bermanfaat.
Dongeng sasatoan ini dikutip dari Buku Pamekar Diajar BASA SUNDA Pikeun Murid SD/MI Kelas VI terbitan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.