SUNDAPEDIA.COM, Sampurasun! Dongeng bahasa Sunda Si Kabayan Marak termasuk dongeng parabel. Hartina parabel nyaeta dongeng anu nyaritakeun kahirupan jalma biasa.
Tokoh dongeng Sunda Si Kabayan merupakan tokoh fiktif. Tidak ada di dunia nyata. Karakternya lucu, tingkah lakunya terbilang mahiwal (konyol, beda dari yang lain). Dia pintar dan kecerdasannya seringkali dapat mengalahkan yang lain.
Selain lucu, dongeng Si Kabayan juga mengandung nilai-nilai kecerdasan, moral, dan mengandung cerminan yang dapat dijadikan pelajaran.
Di bawah ini teks dongeng si Kabayan Marak, dikutip dari Buku Pamekar Diajar Basa Sunda Kelas VII terbitan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
Marak artinya mengambil ikan ramai-ramai di sungai menggunakan alat penangkap ikan atau ditangkap tangan. Caranya yaitu menutup atau memindahkan sementara aliran airnya dari hulu. Cara menangkap ikan di sungai ini ramah lingkungan, tidak akan membuat ikan-ikan kecil di sungai punah.
Si Kabayan Marak
Si Kabayan dan mertuanya pagi-pagi sekali sudah berada di pinggir sungai. Tidak lama kemudian rakyat berdatangan, maksudnya akan ikut mengambil ikan sehubungan akan kedatangan tamu istimewa dari kota. Kata tetua desa, kesukaan tamu itu ikan sungai.
Nah, hari itu paratamu akan disambut goreng tawes, pepes nilem, dan bakar kancra dicocol sambal jahe disiram kecap.Apalagi nasinya sengaja dari padi yang baru, sudah putih pulen lagi. Duh, masa tamu tidak merasa nikmat.
Yang menutup air sungai giat sekali. Si Kabayan juga ke sana ke mari memikul batu dan gedebog pisang untuk memindahkan aliran air. Kira-kira jam 10 pagi air sudah susut, ikannya yang besa sudah terlihat.
Si Kabayan dapat tawes sebesar tampah (nyiru). Ketika mau simasukkan ke korangnya, tetua berkata, “Jangan dimasukin korang, itu untuk tamu.”
Kedewek merupakan kecap panganteur untuk menangkap dengan tangan. Korang adalah wadah ikan yang biasa diikat di pinggang terbuat dari anyaman bambu agak carang.
Si Kabayan dapat lagi nilem sebesar bagian dalam tangannya. Baru juga ditunjukkan tetua juga berteriak, “Lemparkan ke cireung, buat tamu. Apalagi kesukaannya pepes nilem. Silakan saja beunteur dan cingok masuk ke korang.”
Cireung adalah wadah ikan berukuran agak besar, terbuat dari anyaman bambu. Jarak anyamannya agak jarang. Beunteur dan cingok adalah nama sejenis ikan sungai yang berukuran kecil.
“Enak di Anda tidak enak di saya.. Saya yang capainya, tamu yang enaknya, lagian tidak ikut capai…,” Si Kabayan menggerutu di dalam hatinya.
Ngeunah éhé teu ngeunah éon bisa diartikan enak di elu gak enak di gua.
Sementara tetua sedang lengah, Si Kabayan dapat lagi nilem besar banget. Tidak banyak bicara, ikan itu dimasukin ke korangnya. Dia naik sambil berkata ke mertuanya bahwa akan membuat api unggun. Mau makan dulu dengan bakar betok (nama jenis ikan).
Nilem dimasukkan ke api unggun, terus membuka bekal nasi timbel. Baru juga bakar nilem itu habis sepotong, tiba-tiba si Kabayan berteriak memanggih mertuanya.
“Abah, Abah, cepat ke sini! Ini saya sakit perut, usus merilit sekali. Dan tidak jelas penglihatan!”
Mertuanya panik melihat Si Kabayan gagah menahan rasa sakit, sambil memijit perutnya.
“Haduh, haduh sakit perut!” kata Si Kabayan. Matanya terbelalak sambil sesekali memejam.
Yang ada di situ ribu, mengelilingi si Kabayan.
“Kenapa? Kenapa? Makan apa kamu?”
“Tidak tahu, ketika makan bakar nilem, tiba-tiba usus merilit. Penglihatan tidak jelas. Haduh, haduh, saya takut mati! Ikan itu mungkin mengandung racun…” Yang ada di situ melihat bakar ikan tinggal sepotong.
“Jangan-jangan iya ikannya mengandung racun. Mungkin di hulu sedang ada yang meracuni dengan racun leteng,” kata yang mengelilingi Si Kabayan.
Si Kabayan gagah, terus telungkup sambul memegang perutnya. Kerongkongnya di jolok dengan telunjuknya. Tidak ada yang melihat. Tiba-tiba dia muntah sejadi-jadinya.
“Betul, ini keracunan. Ternyata itu muntah-muntah,” kata tetua, “Mungkin betul, kita pindah ke sebelah atas jauh dari kampung. Mumpung masih pagi. Lepasin lagi ikan yang dari cireung! Untung menimpa ke Si Kabayan, bagaimana kalau tamu dari kota yang keracunan…” kata tetua kampung lagi.
Ikan di cireung dilepaskan ke air. Semua yang marak pindah. Tinggal Si Kabayan saja di pinggir sungai, ditungguin mertuanya.
Ketika yang marak sudah jauh, si Kabayan bangun, lalu lari ke tengah sungai yang airnya masih susut. Bendungan belum dibuka, ikan-ikannya masih kelihatan.
“Cepat-cepat tangkapin, Abah! Nanti yang yang keburu balik lagi.”
Mertuanya melongo, “Sudah sembuh kamu, Kabayan?”
“Lha… Dari tadi juga tidak apa-apa. Cuma kecewa, menangkap ikan nilem buat tamu, dapat tawe besar buat tamu. Dapet kancra, kesukaannya. Kalau buat kita yang capainya, hanya benteur dan bogo,” kata Si Kabayan sambil menyeringai. Si Kabayan memilih ikan yang besar-besarnya, terus dibungkus dengan sarungnya. Dia dan mertuanya tidak ikut ke atas bersama yang lain.
“Sudah saja, Bah, takutnya tidak kemakan!” Kata Si Kabayan ke mertuanya, mengajak pulang sambil menggendong ikan dengan sarungnya.
Baca juga: Dongeng Sunda Ajag Nangtang Jelema
Demikianlah, semoga bermanfaat.