SUNDAPEDIA.COM, Sampurasun! Wawacan adalah cerita panjang yang didangding (ditembangkan), dan ditulis dalam bentuk pupuh. Suasana cerita dalam wawacan itu berbeda-beda, berupa lalakon (lakon), jenis pupuhnya pun banyak dan gonta ganti.
Pada postingan sebelumnya sudah dijelaskan mengenai pengertian wawacan, ciri-ciri, dan bedanya dengan guguritan. Bagi yang belum membacanya, silakan baca Pengertian Wawacan dalam Sastra Sunda.
Wawacan dipengaruhi oleh sastra Jawa, masuk ke dalam sastra Sunda sekitar abad ke-19 ketika tatar Sunda dikuasai Mataram (Islam).
Tahap Pertumbuhan Wawacan di Tatar Sunda
Tumbuhnya wawacan di Sunda melalui beberapa tahap, antara lain:
- Tahap pertama, naskah lakon cerita wawacan dari sastra Jawa langsung disalin, tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda.
- Tahap kedua, sudah mulai ada upaya menterjemahkan ke dalam bahasa Sunda agar isinya dapat dipahami oleh masyarakat Sunda.
- Tahap ketiga, menciptakan cerita-cerita yang sudah ada sejak zaman dahulu. Seperti dari dongeng, hikayat, dan babad.
- Tahap keempat, naskah-naskah dicetak dan diterbitkan menjadi buku.
Struktur Wawacan
Karya sastra wawacan biasanya mempunyai unsur struktur yang sudah tetap.
1. Manggalasastra (alofon)
Manggalasastra atau alofon bisa dikatakan sebagai pembuka. Isinya adalah sanduk-sanduk papalaku (minta izin) kepada Yang Maha Kuasa dan ke karuhun. Selain berisi sanduk-sanduk, manggalasastra juga berisi permintaan maaf atas kelemahan/kekurangan penulis atau penyusun wawacan.
Contoh Manggalasastra atau Alofon (Wawacan Rengganis):
Kasmaran kaula muji,
Ka Gusti Ajawajala,
Nu murah ka mahluk kabéh,
Jeung muji utusanana,
Kangjeng Nabi Muhammad,
Nyaéta Nabi panutup,
Miwah muji sahabatna
2. Eusi
Eusi atau isi yaitu cerita dari wawacan itu sendiri. Silakan perhatikan contohnya pada penggalan wawacan Panji Wulung yang menggunakan jenis pupuh Kinanti di bawah ini.
Laju lampah Panji Wulung,
diiring ku Jayapati,
Ki Jenggali Ki Jenggala,
jeung baturna Jayapati,
ngaran Ki Kebo Manggara,
kalima Kebo Rarangin
3. Kolofon (panutup)
Kolofon atau penutup berada pada akhir cerita. Isi kolofon yaitu titimangsa ditulis atau disalinnya wawacan tersebut, permintaan maaf penulis atas segala kekurangannya. Biasanya penulis wawacan suka merendah (rendah hati).
Contoh Kolofon dari Wawacan Panji Wulung:
Tamatna kaula ngarang
Pukul tujuh malem Kemis
Di tanggal tujuh welasna
Kaleresan bulan April
Taun Kangjeng Maséhi,
Saréwu dalapan ratus
Jeung genep puluh dua
Marengan hijahna Nabi
Saréwu dua ratus tujuh puluh dalapan
Jika kolofon di atas diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, artinya kurang lebih seperti ini:
Tamatnya saya mengarang
Pukul tujuh (19.00) malam Kamis
Pada tanggal tujuh belasnya
Kebetulan bulan April
Tahun Masehi
Seribu delapan ratus
Dan enam puluh dua
Bersamaan dengan hirahnya Nabi
Seribu dua ratus tujuh puluh dalapan
Kesimpulan
Berikut ini tabel struktur wawacan beserta isinya.
Manggalasastra (Alofon) | Sanduk-sanduk kanu Maha Kawasa jeung ka karuhun (minta izin) |
Menta pangampura tina kahengkerean anu nulis/nyusun wawacan (minta maaf) | |
Eusi | Isi cerita |
Penutup (Kolofon) | Titimangsa (tempat, tanggal penulisan/disalinnya) |
Permintaan maaf penulis |
Demikianlah, semoga bermanfaat.